Selasa, 26 Oktober 2010

nasib kami mahasiswa teknik

                Kadang merasa miris banget deh, jika..
ini hasil penyelidikanku selama menjalani hidup menjadi mahasiswa yang mengaku dirinya teknik hampir satu tahunan lah. Padahal setelah aku cerita cerita sama kawan sesama mahasiswa teknik, mereka tuh dengan soknya bilang jurusan aku tuh jurusan yang paling baik, paling berbeda, paling enak di banding sebelas jurusan teknik lain yang memiliki asas “seniority forever”.
                Yang kemudian terkenal dengan tiga hukum dasar fakultas teknik :
1.       Senior selalu benar
2.       Junior selalu salah
3.       Jika senior salah, kembali ke peraturan pertama
TAPI. Lagi lagi jurusan gue merupakan satu dari sebelas yang lain. Yang membuat jurusan lain iri dengan arsitektur ada banyak hal sebenarnya. Yang pertama, masa kuliah aktif di jurusan ku hanya tiga bulan sedang jurusan lain empat bulan. Dengan bulan selanjutnya merupakan masa masa semester pendek, bulan selanjutnya libur semester. Yang kedua, amatlah sangat mudah proses pelantikan di arsitektur. Hanya ikut proses ospek tingkat universitas, tingkat fakultas dan di tingkat jurusan sangat di  di mudahkan. Dilanjutkan dengan proses pelantikan yang tergolong amat baik di banding jurusan lain, tanpa kekerasan, tanpa fisik, hanya mental. Yang ketiga kami para mahasiswa arsitektur tidak mengenal praktikum seperti jurusan lain. Yang lain pada heboh heboh kerja di lab dengan TULIS TANGAN laporan praktikum ratusan halaman di kertas folio.
TAPI
Yang mau aku bahas disini bukanlah soal jurusan arsitek yang banyak tugas (gak usah di tulis tapi memang itulah yang sesungguhnya yang aku alami selama tiga bulan kuliah aktif) tetapi.. sisi akademik dari mahasiswa khususnya mahasiswa fak.teknik
Kebetulan aku sangat menyenangi jurnalistik. Entah nulis nulis hal nggak penting (contohnya blog nggak jelas macam ini), nulis sedikit penting (cerpen dan novel) dan nulis hal yang benar benar penting (tugas kuliah yang tulis tangan dengan HURUF TEKNIK maupun ketikan makalah); yang penting bunyinya menulis menuangkan hal hal yang ada di otak—memang tidak secara lisan, tapi aku memang seperti itu, hanya bisa menuangkan ide melalui tulisan. Entah karena tidak berani, ide tertahan di di mulut atau sebagainyalah yang membuat kadang aku nggak bisa mengungkapkan secara lisan.
Aku bergabung di lembaga pers kampusku. Itu suatu tindakan besar dalam hidupku. Karena biasanya aku hanya berani mengambil organisasi tingkat local seperti himpunan mahasiswa jurusan dan perkumpulan mahasiswa katolik di kampus. Namun aku mengambil langkah ini karena takut menyesal di kemudian hari. Aku harus mengambil tindakan, aku harus konsisten terhadap komitmen yang sudah aku ambil. Bahwa harus ada keseimbangan antara pendidikan akademis serta pendidikan nonakademis di luar kampus.
DAN MATA KU TERBUKA
Pelajaran yang aku bisa ambil setelah mengambil bagian dari keluarga pers mahasiswa tersebut adalah, rata rata yang menjadi mahasiswa berprestasi sekampus ialah mahasiswa non-science. Alias mahasiswa dengan jurusan social. Padahal saat SMA menjadi suatu kebanggaan jika masuk jurusan science. Kenapa ya? Karena yang mengambil jurusan science dipandang memiliki otak pintar yang mampu menguasai pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi yang di anggap SEDIKIT LEBIH SUSAH disbanding pelajaran ekonomi, akuntansi, sosiologi, sejarah, geografi dan antropologi.
Kemudian, kenapa yang menjadi mahasiswa berprestasi rata rata mahasiswa non-eksakta? Menurutku, lagi lagi karena alas an akademis. Mahasiswa eksakta rata rata terkungkung dengan yang namanya tugas, laporan praktikum, ujian, asistensi, dan belum lagi mahasiswa senior. Hari hari mereka sudah dibuat schedule sebaik mungkin untuk menyelesaikan segala assignment sampai terkadang banyak peluang di luar sana yang tidak mungkin bisa mereka ambil.
Sementara mahasiswa non-eksak dengan kuliah yang mendukung, dengan image yang timbul bahwa mereka harus berani tampil di muka umum, amat sangat banyak organisasi yang bisa mereka ambil untuk kemajuan pendidikan mereka. HALLO? Inikah hukum alam. Mahasiswa eksak hanya terkungkung di balik meja lab, berdiam diri tanpa bisa mengembangkan diri. Diri mereka seperti terkunci rapat. Hal hal yang ada di otak mereka tidak tersampaikan. Sementara mahasiswa non-eksak bisa terbang kesana kemari dengan kemampuan bicara dan meyakinkan orang lain.
Argh! Kalo begitu kenapa juga aku susah susah masuk ipa waktu sma kalau pada akhirnya mereka masih lebih hebat dari kami? Pemikiran itu salah. Hidup itu pilihan. Tuhan sudah menciptakan mahluk ciptaannya untuk saling melengkapi. Dengan profesi yang sudah digariskan sesuai bakat dan kemampuan yang mereka kembangkan. Tidak mungkin kan semua menjadi dokter atau semua menjadi ahli hukum? Jadi sekali lagi, tidak perlu ada yang namanya iri atas prestasi yang di raih orang lain. Dia HANYA SEDIKIT LEBIH BERANI menunjukkan potensi yang mereka miliki dari pada kita. Jangan iri, tetapi buatlah diri anda sedikit lebih berani untuk menunjukkan potensi yang kamu bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar